Senin, 19 Agustus 2013

Jenis - jenis paragraf

Paragraf  Narasi

Olimpiade sains dan bahasa


Olimpiade sains dan bahasa (OSB) merupakan ajang pencarian bakat yang sangat kompetitif.Bagi siswa Madrasah,OSB adalah wadah yang tepat untuk menunjukkan kualitas intelektualnya.Kemarin,23 februari 2013 diadakan OSB se-wilker Surabaya di MAN Mojokerto.Saya pun ikut andil mewakili MAN Sidoarjo dalam OSB tersebut bidang matematika.Pesertanya adalah siswa Madrasah dari Kabupaten/Kota Sidoarjo,Jombang,Gresik,Surabaya dan Mojokerto.Peserta terbanyak adalah peserta dari Kab. Jombang sekitar 10 MAN.Saya ragu apakah saya bias menjadi pemenang?Tidak hanya itu,lawan saya pun  ada yang kelas 12.Akhirnya,saya sangat senang karena bias menjadi juara harapan 2.Menurut saya,menjadi pemenang dalam olimpiade bukan tergantung pada kelasnya.

Paragraf Deskripsi

MAN Sidoarjo

MAN Sidoarjo adalah satu-satunya SMAN berbasis islam di Sidoarjo.Madrasah ini terletak di Jl. Stadion no.2 Sidoarjo.MAN Sidoarjo memiliki 39 ruang kelas,3 laboratorium IPA,1 laboratorium bahasa,galeri seni,dll.Selain itu,juga terdapat lapangan sepak bola,basket dan voli.Masih banyak fasilitas yang ada di MAN Sidoarjo.Diantaranya area parkir yang luas,Auditorium yang luas.Tidak hanya itu,terdapat juga wi-fi hot spot yang didukung oleh indischool Telkom Indonesia.

Paragraf Eksposisi

PRODISTIK ITS MAN Sidoarjo

PRODISTIK adalah Program Diploma Setara D1 TIK yang dibuat oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). PRODISTIK dibuat oleh ITS untuk Madrasah Aliyah.Diantaranya MAN Sidoarjo,MAN Bangil dan MAN Lamongan. PRODISTIK ITS MAN Sidoarjo baru berjalan 2 tahun. PRODISTIK memberikan mata kuliah desain,multimedia dll.Diantaranya Photoshop,Adobe Permiere,Microsoft Access dsb.Jadi,selain bersekolah di MAN Sidoarjo juga kuliah.Setelah lulus dari MAN Sidoarjo siwa-siswinya siap terjun ke dunia kerja.

Paragraf Argumentasi

Olimpiade sains

Olimpiade sains merupakan ajang pencarian bakat yang sangat kompetitif. Bagi siswa-siswi  MAN Sidoarjo,olimpiade adalah wadah yang tepat untuk bertarung dalam hal intelektualitas.Di MAN Sidoarjo,sebelum bertempur dalam olimpiade diadakan pembinaan diantaranya club matematika,club fisika dll.Sayangnya,salah satu guru pembina club mengeluh.Saya sebagai anggota club x kecewa dengan pembicaraan beliau.Beliau mengungkapkan bahwa sudah tidak mampu membina anak-anak club dengan alas an soal-soalnya dalam olimpiade semakin rumit dan membutuhkan penalaran yang bagus.Di sisi lain,”dana pembinaan club juga semakin berkurang”,ungkap beliau.Jika kejadiannya seperti ini mengapa pihak sekolah mendatangkan guru olimpiade dari luar?Bukankah sangat baik jika siswa-siswi bertaburkan prestasi?

Paragraf  Persuasi

Tindakan Tercela

MAN Sidoarjo adalah satu-satunya MAN di Sidoarjo.Menurut saya,MAN Sidoarjo merupakan salah satu sekolah yang favorit di Sidoarjo karena bertaburkan prestasi.Diantaranya juara KTI Nasional,juara 1 KSM se-Jatim dll.Sayangnya,masih banyak siswa yang nakal.Diantaranya,merokok di kamar mandi,bermain petasan dll.Bentuk yang melanggar norma social tersebut harus dicegah.Mengapa sekolah yang berbasis islam justru siswanya lbertindak tercela?Apa yang menyebabkan?Sebagai warga Madrasah,kita harus bekerja sama  guna menindak tindakan tercela tersebut dan memberantas samapi ke akar-akarnya.




Rabu, 14 Agustus 2013

Cara Menyadarkan Pengemis


Selamat sore, kisah Abu Nawas hadir kembali nih.
Semoga sajian kami bisa menghibur kalian semuanya.

Pengemis itu tidak harus dibantu secara materi, tapi juga harus dibantu dengan memberikan pekerjaan agar dia nanti bisa mandiri dan meninggalkan sifat mengemis tersebut. Itulah salah satu perhatian Abu Nawas. Dia tidak memerikan makanan maupun uang, melainkan Abu Nawas berusaha mencarikan pekerjaan buat si pengemis itu.


Kisahnya

Pada suatu ketika, Abu Nawas dikunjungi oleh seorang pengemis laki-laki.
Pengemis itu meminta makanan karena sudah lama tidak makan. Namun, Abu Nawas tidak memberikan sesuap nasi atau makanan lainnya yang sangat diharapkan oleh pengemis itu, akan tetapi ia malah mengajukan beberapa pertanyaan semata.

"Kenapa engkau mengemis? Apa engkau tidak mempunyai pekerjaan?" tanya Abu Nawas.
"Ma'af Tuan, saya sudah lama mencari pekerjaan, tapi belum juga ada yang mau menerima saya bekerja," jawab pengemis itu.
"Lalu apa engkau mau bekerja sekalipn pekerjaan itu berat?" tanya Abu Nawas.
"Asalkan halal, saya mau Tuan," jawab si pengemis.

Akhirnya Abu Nawas mengantarkan pengemis itu menemui sahabatnya, Abu Wardah.
Singkat cerita, pengemis itu diminta bekerja untuk mencabut rumput. Ternyata, pengemis itu merupakan seorang pekerja yang sangat rajin dan tangkas. Dalam waktu singkat saja, pekerjaannya pun selesai.

Abu Wardah pun sangat kagum dan tergerak hatinya untuk memberikan pekerjaan yang lebih serius. Ia pun meminta pengemis itu untuk memisahkan satu ember kurma menjadi 3 bagian. Yang bagus diletakkan di keranjang pertama, sementara yang lumayan bagus diletakkan di keranjang kedua, dan kurma yang jelek diletakkan di keranjang ketiga. Namun ia lupa tidak membekan penjelasan kepada pengemis itu tentang perbedaan antara yang baik dan yang buruk.

Harus Diajarkan

Pada keesokan harinya, Abu Nawas datang ke rumah Abu Wardah untuk menanyakan kabar dari pengemis itu. Ia pun menjelaskan bahwa pengemis itu sangat rajin dan terampil mencabut rumput di ladang sehingga dirinya menyimpulkan bahwa pengemis itu adalah pekerja yang baik. Maka dari itu Abu Wardah memberikan pekerjaan yang lrbih serius kepadanya.

"Sekarang dia bekerja apa?" tanya Abunawas.
"Tadi malam dia saya suruh untuk memisahkan kutma-kurma menjadi tiga bagian. Mari kita ke sana untuk melihatnya, yentu sudah selesaipekerjaannya itu," kata Abu Wardah.

Tak lama kemudian, keduanya pun sangat terkejut ketika melihat pengemis itu tidur pulas, tidak mengerjakan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya. Dengan penuh tanya, Abu Wardah pun membangunkan pengemis itu.

"Kenapa engkau tidak menyelesaikan pekerjaanmu yang sangat mudah itu," tanya Abu Wardah.
"Ma'af Tuan, kalau hanya memindahkan kurma, sesungguhnya itu mudah, yang sulit adalah membuat keputusan mana kurma yang baik, lumyan baik, dan jelek, karena saya tidak diberitahu sebelumnya," jawab pengemis.
"Sungguh itu tak terpikirkan olehku," kata Abu Wardah.

Abu Nawas pun tersenyum melihat kejadian itu.
Ia pun meegur Abu Wardah karena Abu Wardah hanya bisa memberikan tugas saja, tapi tidak mengajarinya dengan baik cara melakukannya.

Mohon do'anya ya kawan-kawan pembaca blog kisah abu nawas, mohon doanya agar admin segera sembuh dari sakitnya selama ini. Sakit lumpuh sebelah kanan sehingga begitu lama admin bisa update postingan.
Terima kasih atas doanya ya...

Minggu, 28 Juli 2013

Scientific Paper ( Karya Ilmiah )


SPIRITUAL LEARNING


1.1 Latar Belakang
Bagi orang Indonesia konflik adalah suatu hal yang harus dihindari. Dan dimata orang Barat orang Indonesia selalu menghindari konflik dengan cara bermusyawarah. Tetapi hal itu sebenarnya kurang benar, karena secara empirik, orang Indonesia juga sering berkonflik dan jarang menggunakan musyawarah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Contohnya adalah seperti pada konflik Maluku-Ambon yang terjadi pada tahun 1999-2002 yang telah memakan banyak korban.
                Merupakan potret buram hubungan Islam dan Kristen di Indonesia. Persaingan antara pemeluk Islam dan Kristen sebenarnya telah ada semenjak era kolonial, tetapi baru pada Era Reformasi persaingan tersebut berubah menjadi konflik berdarah. Kebijakan untuk menghindari isu SARA di Era Orde Baru ternyata berbuah ledakan konflik setelah tumbangnya kekuasaan Orde Baru.
                Konflik Poso umumnya dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama berlangsung pada tanggal 25-30 Desember 1998 dipicu oleh penyerangan terhadap Ridwan (21 tahun) yang sedang tidur-tiduran di masjid oleh tiga pemuda Kristen yang sedang mabuk. Peristiw atersebut kemudian disusul dengan penyerangan oleh massa Herman Parimo ke sejumlah rumah milik warga muslim. Peristiwa tersebut diakhiri dengan ditangkapnya Herman Primo yang diadili pada awal Januari 1999.
                Konflik Poso fase kedua terjadi pada 15-21 April 2002. Konflik jilid kedua dipicu oleh perkelahian antara pemuda Kristen dan pemuda Islam. Peristiwa tersebut disusul dengan perusakan dan pembakaran rumah, kios, serta bangunan sekolah milik warga Kristen dan mengakibatkan pengungsian kalangan Kristen.
                Konflik Poso Fase ketiga terjadi pada 23 Mei-10 Juni 2001.kerusuhan tersebut dimulai dengan kehadiran pasukan ninja pimpinan Fabianus Tibo. Pada pertengahan Mei mulai terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok Tibo.Puncaknya adalh pembunuhan sekitar 200 santri di Pesantren Walisongo.
                Konflik Poso mengakibatkan 504 orang meninggal, 313 orang terluka, dan sebanyak 7022 rumah terbakar, 1378 rumah rusak berat dan 690 rumah rusak ringan, 31 tempat ibadah rusak, sebuah Pesantren rusak, dan berbagai fasilitas lainnya.7 Konflik fase ketiga adalah yang paling berdarah dalam rangkaian kasus Poso. Konflik Poso diakhiri dengan penangkapan dan penahanan para tersangka, di antaranya adalah hukuman mati terhadap Fabianus Tibo dan penangkapan beberapa warga dari pihak Islam.
            Dalam konflik Poso, institusi agama, seperti gereja dan ormas Islam turut campur. Kasus Poso fase kedua dan ketiga menyebabkan mobilisasi massa dengan menggunakan jaringan agama masing-masing. Gereja menjadi tempat untuk mobilisasi massa Kristen, sementara itu Ormas-ormas Islam menjadi sarana untuk mengumpulkan dukungan untuk membantu sesama muslim. 
            Secara acak, konflik Poso masih belum sepenuhnya reda sampai beberapa waktu kemudian dengan adanya mutilasi tiga orang siswi Kristen dan pembunuhan seorang pendeta. Kasus Poso kemudian juga menarik perhatian internasional, terutama setelah terjadinya kasus World Trade Centre 11 September 1999. pemerintah Indonesia mendapatkan tekanan dari pihak asing untuk menyelesaikan kasus Poso dan menekan kelompok-kelompok Islam yang dituduh sebagai Jemaat Islamiyah.
                Konflik Islam-Krisren ini adalah termasuk konflik yang memakan korban yang banyak dan memakan waktu yang lama yaitu mulai pada tahun 1999 sampai 2002, serta mengundang perhatian dari elemen-elemen masyarakat di tingkat nasional maupun internasional. Konflik tersebut bermula di kota Ambon, namun pada perkembangannya merembet ke daerah-daerah lain, seperti Ternate, Tidore, dan Halmahera.
                Menurut Jan S. Aritonang, konflik di Maluku sebenarnya sudah lama terjadi, bahkan semenjak abad ke-16. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Kerukunan Umat Beragama (LPKUB), 5 tahun sebelum konflik berbagai ketegangan terjadi antara dua kelompok pemeluk agama yang berbeda tersebut telah terjadi berbagai ketegangan antara kedua belah kelompok, yang meliputi masalah-masalah berikut:
a.       Pernikahan beda agama (71 kasus)
b.      Pendirian tempat ibadah (51 kasus)
c.       Penyiaran agama (48 kasus)
d.      Penodaan terhadap agama (37 kasus)
e.      Kegiatan aliran sempalan (35 kasus)
f.        Perayaan hari-hari besar agama (32 kasus)
g.       Bantuan luar negeri (21 kasus)
h.      Lainnya (5 kasus) 

Sabtu, 15 Desember 2012

Ibnu Arabi


Ajaran Ibnu  Arabi yang sangat menyimpang  dari  Islam  itu banyak mempengaruhi  ummat Islam. satu segi  karena  syair-syair bahkan  kata-kata yang dituduhkan sebagai Hadits (padahal  palsu) dibuat dengan ungkapan yang mudah dihafal dan enak didengar. Segi yang  lain, karena ummat Islam merasa perlu menghormati Nabi  SAW sedemikian  rupa, sedangkan syair-syair dan adat yang disebarkan justru banyak yang berbau ajaran tasawwuf model Ibnu Arabi.
Jauhnya kesesatan aqidah akibat tersebarnya faham Ibnu  Arabi itu  bukan hanya melanda ummat Islam awam, namun sampai ke  orang yang  disebut  cendekiawan Muslim. Hingga seorang  DR  Nurcholish Madjid ketua Yayasan Wakaf Paramadina di Jakarta pernah  mengemu­kakan  pendapat, mengutip Ibnu Arabi, hingga  mendapat  tanggapan keras dari ummat Islam.
Dr. Nurcholish  Majid  menjawab  pertanyaan  pada   Pengajian "Paramadina"  di Kebayoran Baru tanggal 23 Januari  1987.  Perta­nyaan  Lukman  berbunyi: "Salahkah Iblis, karena  dia  tidak  mau sujud kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada Allah?"
Dr  Nurchalish Madjid, yang memimpin pengajian  itu,  menjawab --secara  sambil lalu-- dengan satu kutipan dari  pendapat  Ibnu Arabi,  dari  salah satu majalah yang terbit di  Damascus,  Syria bahwa:
"Iblis kelak akan masuk syurga, bahkan di tempat yang terting­gi  karena  dia tidak mau sujud kecuali kepada  Allah  saja,  dan inilah tauhid yang murni."
DR  Nurchalish Madjid tidak memberi komentar  apa-apa,  setuju atau  tidaknya dia sendiri, dengan ucapan Ibnu Arabi  itu,  tidak pula  diterangkannya,  siapa Ibnu Arabi itu. (Yayasan  Islam  Al-Qalam  Ma'had Ad-Diraasaatil Islamiyyah Jakarta, Jawaban  Tuntas untuk  Dr Nurchalish Madjid tentang Ibnu Arabi dan  Syetan Masuk Syurga, 1407H, hal 1).
Selanjutnya, Ma'had itu menjelaskan duduk soal kesesatan  Ibnu Arabi, dan sejumlah ulama yang telah mengkafirkan, atau memurtad­kannya, akibat tulisan-tulisan Ibnu Arabi yang sangat  bertentan­gan dengan aqidah Islam.

Syekh Siti Jenar

Syekh Siti Jenar lahir sekitar tahun 829 H/1348 C/1426 M di lingkungan Pakuwuan Caruban, pusat kota Caruban Larang waktu itu, yang sekarang lebih dikenal sebagai Astana Japura, sebelah tenggara Cirebon. Suatu lingkungan yang multi-etnis, multi-bahasa dan sebagai titik temu kebudayaan serta peradaban berbagai suku.
Selama ini, silsilah Syekh Siti Jenar masih sangat kabur. Kekurangjelasan asal-usul ini juga sama dengan kegelapan tahun kehidupan Syekh Siti Jenar sebagai manusia sejarah.
Pengaburan tentang silsilah, keluarga dan ajaran Beliau yang dilakukan oleh penguasa muslim pada abad ke-16 hingga akhir abad ke-17. Penguasa merasa perlu untuk “mengubur” segala yang berbau Syekh Siti Jenar akibat popularitasnya di masyarakat yang mengalahkan dewan ulama serta ajaran resmi yang diakui Kerajaan Islam waktu itu. Hal ini kemudian menjadi latar belakang munculnya kisah bahwa Syekh Siti Jenar berasal dari cacing.
Dalam sebuah naskah klasik, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia berdarah kecil saja (rakyat jelata), bertempat tinggal di desa Lemah Abang]…
Jadi Syekh Siti Jenar adalah manusia lumrah hanya memang ia walau berasal dari kalangan bangsawan setelah kembali ke Jawa menempuh hidup sebagai petani, yg saat itu, dipandang sebagai rakyat kecil oleh struktur budaya Jawa, disamping sebagai wali penyebar Islam di Tanah Jawa.
Syekh Siti Jenar yg memiliki nama kecil San Ali dan kemudian dikenal sebagai Syekh ‘Abdul Jalil adalah putra seorang ulama asal Malaka, Syekh Datuk Shaleh bin Syekh ‘Isa ‘Alawi bin Ahmadsyah Jamaludin Husain bin Syekh ‘Abdullah Khannuddin bin Syekh Sayid ‘Abdul Malikal-Qazam. Maulana ‘Abdullah Khannuddin adalah putra Syekh ‘Abdul Malik atau Asamat Khan. Nama terakhir ini adalah seorang Syekh kalangan ‘Alawi kesohor di Ahmadabad, India, yang berasal dari Handramaut. Qazam adalah sebuah distrik berdekatan dgn kota Tarim di Hadramaut.

Mbah Ud


Selama hidupnya, KH Ali Mas’ud sangat ringan tangan. Beliau sering menjadi rujukan para kiai di Jawa Timur untuk memecahkan problematika umat Islam.
MAKAM Gus Ud, begitu warga Sidoarjo mengenal KH Ali Mas’ud, terletak di Pagerwojo,Kec Kota Sidoarjo. Gus Ud ikut berkiprah menyebarkan Islam dengan berdakwah kepada tamu-tamu yang datang ke rumahnya.
Dia memang tak membangun pesantren, tapi muridnya tersebar di penjuru Jawa dan luar Jawa. Hidayatullah, salah satu cucu keponakan Gus Ud menuturkan, kakeknya itu memang tidak mau langsung membuka pesantren.
”Kalau menyiarkan agama Islam secara langsung tidak, tapi beliau memberi wejangan kepada siapa pun tamunya yang datang. Beliau juga menjadi rujukan kiai yang ada di Jawa Timur untuk memecahkan masalah terkait agama Islam,” jelasnya kemarin kepada SINDO. Gus Ud,kata Hidayatullah,lahir pada 1908 di Sidoarjo.
Ali Mas’ud kecil yang masih berusia 5 tahun sudah menunjukkan kelebihannya. Dia tidak pernah sekolah, tidak bisa membaca dan menulis.Namun dia, lanjut Hidayatullah, bisa membaca Alquran dan kitab-kitab lainnya sehingga wajar, kalau beliau jadi rujukan kiai di Jawa Timur untuk memecahkan masalah keislaman.
”Gus Ud mempunyai Ilmu Laduni sehingga beliau mempunyai kelebihan dibanding orang lain pada kebanyakan. Sampai beliau wafat pada 1979 sampai sekarang, banyak yang berziarah ke makamnya. Terutama malam Jumat Legi,” papar Hidayatullah yang juga pemangku Majelis Taklim Gus Ud. Bagi warga Sidoarjo, ulama yang dulunya akrab dipanggil Gus Ud dan kini lazim dipanggil Mbah Ud, merupakan ulama yang tidak menyandang gelar.
Pasalnya,sebagai orang yang mempunyai kelebihan, dia tidak mau menunjukkan. Bahkan,dalam turut menyiarkan agama Islam, dia menggunakan kelebihannya itu untuk memberi pemahaman bagi umat muslim dan nonmuslim. Hidayatullah menceritakan, Mbah Ud pernah menulis surat ke KH Rodi, Krian, terkait permasalahan yang ditanyakan.
Karena dia tidak bisa menulis, di atas kertas putih dia torehkan pensil membentuk garis bergelombang. Anehnya,KH Rodi bisa mengerti guratan pensil yang dibubuhkan oleh Mbah Ud.
”Kalau peringatan wafatnya Mbah Ud, 27 Rajab mesti ramai penziarah. Bagi warga Sidoarjo, Mbah Ud bukan hanya kiai yang mempunyai kelebihan, bisa mengobati orang sakit dan kelebihan lainnya. Namun, beliau juga ikut menyiarkan Islam melalui pemikirannya,” ujar Supriadi, warga Sidoarjo yang kerap berziarah ke makam suami almarhumah Nyai Dewi itu. Mbah Ud tidak mempunyai keturunan, sehingga saat ini yang merawat makam dan musala peninggalannya adalah cucu dari adik dan kakak Mbah Ud.

Kisah Gus Ud
ketika kita membicarakan sosok wali yang satu ini nih , psti kita banyak yg tau kisah2 ttg beliau . beliau itu seorang wali Allah yg luar biasa sekali . hingga tak ada satupun ulama atau para wali yg ada ditanah jawa ini yg tak mengenal sosok beliau .jika dilihat dari garis nasabnya , beliau itu masih ada hubungan dengan sayyid badruddin bin ali akbar bin sulaiman . beliau dimakamkan di desa pagerwojo-sidoarjo . banyak yg berziarah kesana . beliau meninggal dunia tanpa mempunyai keturunan .

menurut kisahnya , gus ud mendapat derajat kewalian itu sejak masih kecil . sangat nakal memang dan banyak tingkah . hingga membuat ayahnya sering memarahinya . sang ayah konon orang yg 'alim dan mengajar ngaji dirumahnya . sering2-nya saat beliau ngajr ngaji , selalu keganggu oleh suara2 teriakan gus ud kecil itu .. hingga sang ayah memarahinya bahkan memukulnya dg kayu kecil ... nah , dari situlah sang ayah melihat ke-anehan pada diri sang putra tersebut . disaat sang ayah bilang :

" kamu ini banyak tingkahnya .. makanya g' bisa ngaji !! " . bentak ayahnya . karena mendapat olok2an ayahnya seperti itu , maka gus 'ud langsung bilang :

Mbah Cholil Bangkalan

Hari Selasa, 11 Jumada Al-Tsaniyah 1235 H atau 1820 M. ‘Abd Al-Latif, seorang kiai di Kampung Senenan, desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan,Kabupaten Bangkalan, Ujung Barat Pulau Madura; merasakan kegembiraan yang teramat sangat. Karena hari itu, dari rahim istrinya lahir seorang anak laki-laki yang sehat, yang diberinya nama Muhammad Khalil.

Kiai ‘Abd. Al-Latif sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin ummat, sebagaimana nenek moyangnya. Seusai meng-adzani telinga kanan dan meng-iqamati telinga kiri sang bayi, Kiai ‘Abdul Latif memohon kepada Allah agar Dia mengabulkan permohonannya.

K.H. Khalil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, K.H. ‘Abd Al-Latif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah ‘Abd Al-Latif adalah Kiai Hamim, anak dari Kiai ‘Abd Al-Karim. Yang disebut terakhir ini adalah anak dari Kiai Muharram bin Kiai Asra Al-Karamah bin Kiai ‘Abd Allah b. Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman adalah cucu Sunan Gunung Jati. Maka tak salah kalau Kiai ‘Abd Al-Latif mendambakan anaknya kelak bisa mengikuti jejak Sunan Gunung Jati karena memang dia masih terhitung keturunannya.

Oleh ayahnya, ia dididik dengan sangat ketat. Kholil kecil memang menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu, sangat luar biasa, bahkan ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda. Untuk memenuhi harapan dan juga kehausannya mengenai ilmu Fiqh dan ilmu yang lainnya, maka orang tua Kholil mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.

BELAJAR ke PESANTREN

Mengawali pengembaraannya, sekitar tahun 1850–an, Kholil muda berguru pada Kiai Muhammad Nur di Pesantren Langitan Tuban. Dari Langitan, Kholil nyantri di Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Dari sini Kholil pindah lagi ke Pesantren Keboncandi, Pasuruan.

Selama di Keboncandi, Kholil juga belajar kepada Kiai Nur Hasan yang masih terhitung keluarganya di Sidogiri. Jarak antara Keboncandi dan Sidogiri sekitar 7 Kilometer. Tetapi, untuk mendapatkan ilmu, Khalil rela melakoni perjalanan yang terbilang lumayan jauh itu setiap harinya. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surah Yasin; dan ini dilakukannya hingga ia -dalam perjalanannya itu- khatam berkali-kali.

Sebenarnya, bisa saja Kholil tinggal di Sidogiri selama nyantri kepada Kiai Nur Hasan, tetapi ada alasan yang cukup kuat bagi dia untuk tetap tinggal di Keboncandi, meskipun Kholil sebenarnya berasal dari keluarga yang dari segi perekonomiannya cukup berada. Ini bisa ditelisik dari hasil yang diperoleh ayahnya dalam bertani. Karena, Kiai ‘Abd Al-Latif, selain mengajar ngaji, ia juga dikenal sebagai petani dengan tanah yang cukup luas, dan dari hasil pertaniannya itu (padi, palawija, hasil kebun, durian, rambutan dan lain-lain), Kiai ‘Abd Al-Latif cukup mampu membiayai Kholil selama nyantri.

Akan tetapi, Khalil tetap saja menjadi orang yang mandiri dan tidak mau merepotkan orangtuanya. Karena itu, selama nyantri di Sidogiri, Khalil tinggal di Keboncandi agar bisa nyambi menjadi buruh batik. Dari hasil menjadi buruh batik inulah Khalil memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Kemandirian Khalil juga nampak ketika ia berkeinginan untuk menimba ilmu ke Mekkah. Karena pada masa itu, belajar ke Mekkah merupakan cita-cita semua santri. Dan untuk mewujudkan impiannya kali ini, lagi-lagi Khalil tidak menyatakan niatnya kepada orangtuanya, apalagi meminta ongkos kepada kedua orangtuanya.

Kemudian, setelah Khalil memutar otak untuk mencari jalan ke luarnya, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke sebuah pesantren di Banyuwangi. Karena, pengasuh pesantren itu terkenal mempunyai kebun kelapa yang cukup luas. Dan selama nyantri di Banyuwangi ini, Khalil nyambi menjadi “buruh” pemetik kelapa pada gurunya. Untuk setiap pohonnya, dia mendapat upah 2,5 sen. Uang yang diperolehnya tersebut dia tabung. Sedangkan untuk makan, Khalil menyiasatinya dengan mengisi bak mandi, mencuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, serta menjadi juru masak teman-temannya, dari situlah Khalil bisa makan gratis.

Akhirnya, pada tahun 1859 M., saat usianya mencapai 24 tahun, Khalil memutuskan untuk pergi ke Mekkah. Tetapi sebelum berangkat, Khalil menikah dahulu dengan Nyai Asyik, anak perempuan Lodra Putih.